Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Senin, 02 November 2020

Great Woman.

        Ada sebuah cerita dimana perjuangan seorang perempuan begitu tidak berharga di mata bagi yang membacanya. Disuatu tempat diluar sana, terdapat seorang perempuan bernama Dina. Seorang Ibu muda yang berjuang untuk menghidupi keluarganya. Ia selalu duduk sembari menyeruput kopi di kafe stasiun untuk menunggu kereta yang datang setiap pagi, membeli koran untuk mengetahui berita di setiap mengawali harinya. Ia bekerja di suatu pabrik roti yang berada jauh dari rumahnya, setiap hari ia lakukan itu karena mencari nafkah untuk ketiga anaknya. Ia telah lama ditinggali suaminya yang meninggal karena terkena stroke, ia sangat sayang kepada ketiga anaknya walau ketiga anak ia itu “beban” kepadanya. Tidak ada yang dapat mencari uang selain ia. Ya, memang. Dina sangat melarang ketiga anaknya mencari uang karena ketiga nya dipinta olehnya untuk memfokuskan sekolahnya sementara ia yang mencari uang sendiri. Yaa, walaupun penghasilannya kadang pas-pasan. 

        Pada hari itu, setelah sampai pabrik dimana ia bekerja tidak seperti pada biasanya, ia tidak sengaja melakukan kesalahan pada mesin roti. Adonan yang ia campur terlalu banyak hingga merusak penggiling roti di tempat ia bekerja, hingga akhirnya atasannya memanggil Dina keruangannya untuk meminta pertanggung jawaban Dina. “Harga mesin penggiling roti tersebut tidak cukup untuk gaji kamu yang dipotong hanya sebulan, harga mesin tersebut sangatlah mahal, itu cukup untuk kamu yang tidak digaji malah, selama 5 tahun lebih” ucap atasannya Dina. “Berarti bagaimana pak?” Balas Dina. “Yaa, berarti kamu dipecat Dina” balas atasannya tsb lagi. Dina pun diam seribu bahasa. Hingga pulang kerumah pun tidak satu orang pun anaknya yang menanyai kabar Dina setelah pulang kerja tsb walau wajahnya sendiri pucat sekali. Bayangkan seorang “single mother” yang menjadi tulang punggung keluarga sangat kecewa apa yang dialaminya seharian ini dan anak-anaknya seperti tidak peduli dengan ia yang mempunyai wajah lelah. 

        Keesokan harinya, ia pergi menuju Kota untuk mencari pekerjaan lain. Dengan menggunakan ijazah tamatan SMP yang ia punya, hampir semua pabrik industri di kota ia datangi untuk mendaftarkan sebagai buruh pabrik, hingga satu minggu pun Dina belum menemui pekerjaan yang menerimanya sebagai buruh pabrik karena mungkin pabrik-pabrik tersebut belum terlalu membutuhkan buruh karena memang sudah full karyawan di pabrik mereka masing-masing. Suatu hari di panas yang terik ketika ia mencari pekerjaannya di kota sambil memikirkan kondisi ekonominya yang tidak memungkinkan untuk masa depan ketiga anaknya, tibalah ia di suatu jalan raya untuk menyebrang tanpa menoleh ke kanan dan kiri lalu datang sebuah mobil yang melaju kencang kearahnya dan menabrak ia hingga terpental sehingga membuat kepala nya jatuh ke aspal sekaligus membuat tubuhnya tak berdaya ketika ditabrak, ketika itu sang pengendara mobil itupun keluar dari mobilnya untuk membantu Dina yang tersungkur kesakitan di tanah itu, "Sini saya bantu mbak, kita kerumah sakit ya?" papar pengendara tersebut. Dina yang hanya terdiam mengamati sang pengendara mobil seperti terkunang-kunang memandang wajahnya tanpa jelas karena kepala nya yang sakit menghantam aspal mempengaruhi penglihatannya, seketika Dina pun pingsan dengan kepala yang dibaluri dengan darah. Lalu pengendara itupun membawa ia kerumah sakit. Keesokan harinya setelah Dina siuman ia memandangi langit-langit rumah sakit dengan rasa penuh bingung, bingung karena tiba-tiba ia ada di rumah sakit padahal ia kemarin berada di sebuah jalanan. Datanglah seorang laki-laki yang gagah, putih, tegap, dan tinggi menghampirinya. "Anda sudah siuman ternyata, syukurlah kalau begitu. Bagaimana rasa nya kepala anda sekarang? Sudah membaik dan enakan?" kata lelaki tersebut dengan tersenyum. "Saya kemarin kenapa?" tanya Dina. "Oh iya, saya belum memberitahu anda. Maaf kemarin anda menyebrang jalan tanpa menoleh, mungkin anda sedang memikirkan sesuatu sehingga anda tidak melihat ke kanan dan kiri saat menyebrang jalan" papar lelaki tersebut. "Kenalkan nama saya Leo" tambah lelaki tersebut. "Dina..." balas Dina dengan penuh masih rasa kebingungan dan lemas sambil menjabat tangan kepada lelaki tersebut. "Dimana rumah anda?" tanya Leo. "Saya tinggal jauh dari kota, saya sedang mencari pekerjaan untuk menghidupi ketiga anak saya. Mungkin saya cape sehingga tidak fokus saat kemarin saya menyebrang jalan, maaf ya mas Leo" balas Dina. "Hahaha tidak apa-apa Dina, panggil saja saya Leo. Anda terlihat lebih muda dari saya tapi ternyata anda sudah memiliki anak ya hehe. Memang dimanakah suami anda sekarang?" tanya Leo dengan ketawa tipis kepada Dina. "Sudah meninggal setahun yang lalu, Leo" balas Dina dengan lemas. "ohhh maaf Din, saya tidak tahu" balas Leo yang langsung terdiam karena mengetahui hal tersebut. "Kamu tidak perlu lagi untuk mencari pekerjaan Din, aku punya pekerjaan untuk kamu" tambah Leo. "Benarkah?" tanya Dina. "Iya, sekarang aku mau bilang dokter dulu ya kalo kamu sudah siuman sekalian melunasi biaya rumah sakit kamu lalu kamu saya antarkan pulang, aku juga ingin bertemu dengan anak-anak kamu" jawab Leo. "Tidak usah, saya bisa pulang sendiri kok Leo" imbuh Dina. "Tidak apa-apa, saya hanya ingin bertanggung jawab dan meminta maaf juga kepada anak-anak kamu karena telah mencelakai Ibunya dan karena aku, kamu tidak pulang juga kemarin untuk menemui anak-anak kamu" balas Leo. "Tidak usah, tidak apa-apa" jawab Dina. "Mohon, aku maksa kamu untuk jangan pulang sendiri" balas Leo lagi. Lalu tiba-tiba Leo pun beranjak dari kamar perawatan Dina dan tidak lama datang seorang Dokter yang menghampiri Dina sambil mengecek keadaan kondisinya. "Itu suami anda?" tanya dokter kepada Dina. "Bu..bukan dok" balas Dina. "Oh...saya kira, baik sekali ia kepada anda menemani anda ketika anda belum siuman pun ia berada di kamar anda terus saya perhatikan" papar sang dokter. "Tidak dok, ia tanpa sengaja menabrak saya ketika kemarin saya menyebrang jalan. Dan sekarang sepertinya saya dibawa rumah sakit olehnya" jawab Dina. "Oh begitu, sepertinya ia adalah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab ya" ucap dokter dengan senyuman. "Ya, begitulah" jawab Dina. Tidak lama kemudian, setelah semua urusan rumah sakit selesai. Dina pun bersama Leo bergegas menuju rumah Dina yang berada jauh dari kota menggunakan mobilnya Leo. Sesampainya di rumah Dina, Leo bertemu dengan anak-anak Dina dan semua mengenali Leo sebagai teman Ibunya dengan baik, tidak masalah Leo pernah menabrak Ibunya atau tidak, Mereka berkenalan dengan baik.

        Esoknya, Dina menemui Leo di pinggiran kota yang sudah mereka janjikan sebelumnya untuk bertemu disana. Dibawah terik panas sinar matahari yang menutupi mereka dengan bayangan gedung tua terbengkalai yang tidak terlalu tinggi di pinggir kota tersebut Leo memulai pembicaraan dengan Dina yang baru datang dengan make up cantik ala remaja muda. "Wahh cantik sekali Din" puji Leo. "Hehehe terima kasih, sekarang kita mau kemana? pekerjaan apa yang kamu berikan untukku Leo?" tanya Dina penasaran. "Hmm, jadi begini Din aku cuma pengen ngajak kamu jalan aja kita keliling kota" balas Leo dengan senyum dengan nada yang tersipu malu. "Oh, begitu kenapa harus kita ketemuan di tempat sepi seperti ini, Leo?" tanya Dina dengan senyum kepada Leo. "Hmm, tidak apa-apa Dina hehehe. Yuk kita jalan?" jawab Leo. "Ih kamu, ya sudah ayo" balas Dina. Mereka pun berjalan-jalan keliling kota, seperti halnya remaja yang berpacaran, mereka menuju mall dan Leo pun menawarkan tas dan baju kepada Dina ketika mereka berdua tepat berjalan didepan salah satu toko mewah branded yang ada di mall tersebut. "Kamu suka tas itu gak?" tanya Leo kepada Dina sembari menunjuk etalase yang berisik tas di toko tersebut. "Ih apa sih?! maksudnya apa?" seru Dina dengan nada tinggi kepada Leo. "Anggap saja rasa ucapan minta maaf ku kepada mu karena telah mencelakakanmu Din" balas Leo. "Ih, tidak perlu Leo. Aku tidak butuh, yang aku butuhkan sekarang itu pekerjaan. Toh, kamu sudah membayar penuh biaya rumah sakitku, menurutku itu sudah cukup" balas Dina kepada Leo dengan nada kesal. "Tenang saja, aku ikhlas Dina. Aku hanya ingin memberikan tas itu kepadamu sebagai hadiah kesembuhanmu, Din" balas Leo dengan nada rendah penuh memohon kepada Dina. "Yakin kamu ikhlas? Tidak apa-apa? Tapi boleh gak aku suatu saat nyicil ke kamu untuk membayar tas itu, aku merasa tidak enak kepada kamu" balas Dina yang mulai santai. "Apa sih? Masa hadiah dicicil? Hahaha lucu sekali kamu, aku ikhlas Dina tidak perlu kamu mencicil seperti itu, aku sukarela untuk memberikannya untukmu. Tidak apa-apa ya Din? Please, hehe" ucap Leo dengan senyum dan ketawa tipis kepada Dina. "Ya sudah jika kamu menginginkan seperti itu, terima kasih ya Leo kamu sungguh orang yang baik" balas Dina. Mereka pun masuk kedalam toko tersebut lalu melihat-lihat tas dan baju bagus yang ada, tanpa pikir panjang Leo pun mengeluarkan uang banyak untuk untuk membeli barang-barang tersebut yang sudah dipilih Dina di kasir. "Sekali lagi, terimakasih ya Leo aku berhutang budi kepadamu, kamu sungguh orang yang baik" ucap Dina kepada Leo dengan rasa senyum terimakasih. "Sama-sama Dina semoga kamu suka ya" balas Leo. Setelah membeli barang tersebut mereka berkeliling lagi di mall tersebut, lalu Leo menawarkan lagi kepada Dina ketika mereka sampai didepan toko sepatu. "Aku ingin membelikan sepatu sekolah baru kepada anak-anakmu, mereka suka tidak ya?" ucap Leo dengan senyum tipis. "Buat apalagi? Biar aku saja yang membelikan mereka jika aku sudah bekerja lagi, itu bukan urusanmu Leo, lagipula barang yang kamu belikan untukku tadi sebagai permintaan maafmu kepadaku saja kan, tidak usah membelikan barang untuk anak-anakku, mereka urusanku" balas Dina kepada Leo dengan nada tinggi, lagi. "Anggap saja permintaan maafku kepada anak-anakmu karena mereka ditinggalkan tanpa kabar karena aku mencelakakanmu hingga kamu masuk rumah sakit dan tidak sempat bertemu dengan ibu mereka ketika kamu berada di rumah sakit" balas Leo santai kepada Dina. "Alasan apa sih itu?! Haha, dasar kamu mah suka gak masuk akal orangnya" balas Dina dengan tegas. "Tolonglah, aku ikhlas kok Din. Aku janji setelah ini kita pulang dan aku gak akan belanjain kamu lagi, aku bakal ngasih pekerjaan ke kamu juga sebagai gantinya, nanti kamu bisa nyicil ke aku untuk sepatu anak kamu" balas Leo dengan senyum kecutnya. "Ya sudah, deal kalau begitu" balas Dina dengan nada sedikit agak tinggi. "Kamu hapal kan ukuran sepatu ketiga anakmu?" tanya Leo. "Iya, hapal" balas Dina. Mereka pun masuk ke toko sepatu tersebut untuk membelikan sepatu sekolah ketiga anak Dina. Lalu, setelah membeli, Dina mengucapkan rasa terima kasih lagi kepada Leo didepan toko sepatu tersebut "Terimakasih ya, Leo. Nanti aku cicil sepatu anakku setelah dapat pekerjaan dari yang kamu janjikan" balas Dina dengan rasa senyum terimakasih. "Iya, sama-sama Din" balas Leo dengan nada dan senyuman datar kepada Dina. "Loh, kamu kenapa?" tanya Dina penasaran kepada Leo karena muka Leo yang tiba-tiba agak gelisah sedikit. "Oh, tidak apa-apa Dina" balas Leo dengan senyuman yang sedikit membuat giginya terlihat. "Nanti aku cicil kok, tenang saja" balas Dina. "Iya Din, tenang saja bukan masalah itu sebenarnya.." balas Leo yang belum lanjut berbicara lagi tiba-tiba datang seorang perempuan dari belakang Leo yang menepuk sedikit keras pundak Leo..

bersambung...